Yang bikin sedih adalah, ketika kamu jadi anak perempuan satu-satunya tapi malah milih menetap di perantauan. Gabisa ngeliat langsung dan nemanin masa tuanya orang tua. Sekalinya ada kesempatan pulang, kamu udah janji bakal sebisa mungkin bantu pekerjaan rumah yang kebetulan kau hobi kan beres-beres? Haha. Memang sejak kau pergi, tak ada yang benar benar peduli dengan sampah di halaman depan atau teras yang hampir berkerak dipenuhi debu jalan, kecuali Ibu. Ku tahu Ibu adalah sosok perfeksionis. Namun, seiring bertambahnya usia dengan kondisi kesehatannya yang tidak sekuat dulu membuatnya perlahan mengurangi aktivitas fisiknya. Dan aku baru menyadari, kalau mengurus rumah bukan prioritasnya lagi. Ada aku yang harus ikut andil. Saat di perantauan, ada banyak hal yang telah aku buat semacam to do list -- yang nantinya ingin direalisasikan ketika pulang. Ingin mencoba tempat makan disitu, eksplor wisata yang belum pernah dikunjungi dan banyak lagi. Tapi pas udah di rumah, setiap ditawari