Skip to main content

Stigma

Kita hidup di lingkungan dengan stigma bahwa "angka" menjadi tolak ukur keberhasilan. 

Bahwa sukses kuliah adalah yang mendapatkan IPK cumlaude. 

Bahwa sukses di dunia kerja adalah yang bergaji di atas lima juta. 

Bahwa ideal adalah yang menikah di umur sekian.

Didikan perihal angka ini sebenarnya ada sejak kita masih belia. Kita diajarkan untuk mendapatkan Rangking di kelas dengan nilai memuaskan, tidak peduli melalui jalan apa. Yang diajarkan adalah bagaimana hasil akhirnya bagus, bukan jalan menyelesaikan masalah itu sendiri. Tidak sedikit orang tua yang memandang buruk anaknya yang memiliki nilai matematika di bawah rata-rata, sedangkan dalam hal lain ia solutif dalam pemecahan masalah, kritis dan punya nilai sosial lain yang ada dalam dirinya. 

Sebenarnya untuk masuk ke lingkungan masyarakat, kita tidak perlu banyak menguras tenaga perihal adaptasi. Hanya saja tanggapan mereka terhadap kita yang sering membebani pikiran. Tuntutan untuk memenuhi ekspektasi mereka yang kadangkala membuat kita insecure. 

Kita tidak bisa memenuhi semua permintaan itu. Semua orang memiliki jalur mereka sendiri dan waktu tempuh yang telah ditentukan. Semua punya radar yang tidak sama. 

Comments

Popular posts from this blog

As A Wife

Menjalani kehidupan dengan peran baru sebagai seorang istri, sebuah amanah yang tampaknya harus diemban wanita dua puluh empat tahun ini. Dari sepersekian proses adaptasi, mungkin untuk sepenuh hati tunduk kepada suami selama seumur hidup adalah proses belajar yang tentunya memerlukan waktu yang tidak sebentar. Bukan hal mudah bagi dua kepala dengan perbedaan pola asuh dan karakter ini dalam menarik benang merah saat proses penyesuaian berlangsung terutama dalam menyatukan perspektif. Bagaimanapun, tidak ada pasangan yang benar-benar sempurna. Yang ada ialah mereka yang mampu melengkapi ketidaksempurnaan tersebut dan menjadikannya ideal dengan versinya sendiri. Setiap hari dituntut untuk saling belajar dan mau berbenah diri. Belajar tidak memberi makan ego, belajar bagaimana komunikasi efektif, belajar menjadi pendengar, belajar membaca dan memaknai sinyal semesta. Dan sebaik-baiknya tujuan berpasangan adalah bersama-sama memburu cinta Sang Pencipta, bagaimana agar saling back up iman

Final Destination

Ya Allah, hamba telah berusaha menjaga diri dari apa-apa yang engkau larang. Berilah hamba kekuatan untuk selalu berada di jalan yang Engkau ridhoi. Lindungi hamba dari hal buruk yang akan membuat hamba jauh dari-Mu. Perkenankan hamba mendapat balasan yang manis dari-Mu kelak Ya Rabb. Hamba yakin janji-Mu selalu Engkau tepati. Jika kematian baik untukku, maka hamba ikhlas menerima takdir-Mu. Perkenankan hamba menjadi sebaik-baiknya seorang hamba sebelum kembali ke sisi-Mu. Hamba meminta akhir yang baik, dalam keadaan sedang mengingat-Mu dengan setinggi-tingginya iman.  Semoga pada akhirnya nanti, Allah panggil dengan lembut layaknya dalam Surah Al-Fajr ini: يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (27) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (28) فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (29) وَادْخُلِي جَنَّتِي (30) “ Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku .” (QS. Al-Fajr: