Aku seperti tidak berada dalam diriku sendiri. Ada banyak karakter diri yang harus ditopengkan demi dapat bertahan di lingkungan orang banyak. Entahlah dampak panjangnya akan seperti apa. Namun, sejauh ini langkahku cukup baik. Baik bagi orang lain, bukan begitu? Diri ini sejujurnya merasa tak nyaman. Aku tidak mengenal aku yang pesimis, mudah menyerah, dan menaruh sedikit percaya terhadap apa yang aku punya. Tuntutan saat berada di lingkungan dengan personaliti yang berbeda hampir membuat aku kehilangan diriku yang benar-benar aku. Sulit sekali menyatukan isi kepala manusia. Ini seperti berada dalam diriku yang lain. Terkadang rehat dari riuhnya sekitar adalah pilihan yang tepat. Tepat untuk memulihkan energi yang habis lantas terlalu sering memaksakan diri sendiri.
Menjalani kehidupan dengan peran baru sebagai seorang istri, sebuah amanah yang tampaknya harus diemban wanita dua puluh empat tahun ini. Dari sepersekian proses adaptasi, mungkin untuk sepenuh hati tunduk kepada suami selama seumur hidup adalah proses belajar yang tentunya memerlukan waktu yang tidak sebentar. Bukan hal mudah bagi dua kepala dengan perbedaan pola asuh dan karakter ini dalam menarik benang merah saat proses penyesuaian berlangsung terutama dalam menyatukan perspektif. Bagaimanapun, tidak ada pasangan yang benar-benar sempurna. Yang ada ialah mereka yang mampu melengkapi ketidaksempurnaan tersebut dan menjadikannya ideal dengan versinya sendiri. Setiap hari dituntut untuk saling belajar dan mau berbenah diri. Belajar tidak memberi makan ego, belajar bagaimana komunikasi efektif, belajar menjadi pendengar, belajar membaca dan memaknai sinyal semesta. Dan sebaik-baiknya tujuan berpasangan adalah bersama-sama memburu cinta Sang Pencipta, bagaimana agar saling back up iman ...
Comments
Post a Comment