Skip to main content

T i t i a n

[T I T I A N]

author: Dilla Nursyafitri




Aku bukan nahkoda handal, yang mampu membawa kapal ini berlayar sampai menyentuh daratan lagi
Bersama awak kapal yang kian hari semakin membuat lubang hingga hampir saja kapal ini karam di lautan.
Entah, bagaimanapun, aku merasa (harus) membutuhkan bimbinganmu hingga perjalanan ini usai.
Salahku adalah, ketika pelayaran ini baru menyentuh lautan dalam, aku memutuskan untuk menyerah


Bersamamu, aku pernah diterjang ombak. 
Kita dan dua kompas dengan petunjuk arah yang berlawanan.
Kompasmu padamu, dan aku pada kompasku.
Perjalanan ini menunjukkan ku pada sifatmu. 
Kita saling mengenal pribadi
Aku yang mudah menyerah, sementara kau tetap meraih tanganku untuk melanjutkan pelayaran ini, menguatkan.
Harusnya aku di bagian dek atau kabin saja, bukan nahkoda. 
Terimakasih atas kerja nyata dan bahu yang saling menguatkan.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

As A Wife

Menjalani kehidupan dengan peran baru sebagai seorang istri, sebuah amanah yang tampaknya harus diemban wanita dua puluh empat tahun ini. Dari sepersekian proses adaptasi, mungkin untuk sepenuh hati tunduk kepada suami selama seumur hidup adalah proses belajar yang tentunya memerlukan waktu yang tidak sebentar. Bukan hal mudah bagi dua kepala dengan perbedaan pola asuh dan karakter ini dalam menarik benang merah saat proses penyesuaian berlangsung terutama dalam menyatukan perspektif. Bagaimanapun, tidak ada pasangan yang benar-benar sempurna. Yang ada ialah mereka yang mampu melengkapi ketidaksempurnaan tersebut dan menjadikannya ideal dengan versinya sendiri. Setiap hari dituntut untuk saling belajar dan mau berbenah diri. Belajar tidak memberi makan ego, belajar bagaimana komunikasi efektif, belajar menjadi pendengar, belajar membaca dan memaknai sinyal semesta. Dan sebaik-baiknya tujuan berpasangan adalah bersama-sama memburu cinta Sang Pencipta, bagaimana agar saling back up iman

Final Destination

Ya Allah, hamba telah berusaha menjaga diri dari apa-apa yang engkau larang. Berilah hamba kekuatan untuk selalu berada di jalan yang Engkau ridhoi. Lindungi hamba dari hal buruk yang akan membuat hamba jauh dari-Mu. Perkenankan hamba mendapat balasan yang manis dari-Mu kelak Ya Rabb. Hamba yakin janji-Mu selalu Engkau tepati. Jika kematian baik untukku, maka hamba ikhlas menerima takdir-Mu. Perkenankan hamba menjadi sebaik-baiknya seorang hamba sebelum kembali ke sisi-Mu. Hamba meminta akhir yang baik, dalam keadaan sedang mengingat-Mu dengan setinggi-tingginya iman.  Semoga pada akhirnya nanti, Allah panggil dengan lembut layaknya dalam Surah Al-Fajr ini: يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (27) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (28) فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (29) وَادْخُلِي جَنَّتِي (30) “ Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku .” (QS. Al-Fajr: